Raka menatap foto pernikahannya di dinding ruang tamu. Di sana, ia dan Arini tersenyum bahagia, seolah tidak ada yang bisa menggoyahkan hidup mereka. Tapi kenyataan berkata lain. Setahun lalu, Arini meninggalkan dunia ini karena penyakit yang tak bisa disembuhkan. Raka masih ingat hari itu seperti kemarin.
“Mas, kalau aku nggak ada nanti, jaga Alia ya,” ujar Arini dengan suara lemah, sambil menggenggam tangannya erat.
“Jangan ngomong gitu, Rin. Kamu bakal sembuh,” jawab Raka, meski hatinya tahu kemungkinan itu kecil.
Setelah kepergian Arini, Raka berusaha menjalani hari-harinya. Tapi tanpa Arini, hidup terasa hampa. Rumah yang dulu penuh canda tawa kini sunyi. Alia, adik Arini, sering datang untuk menemani Raka dan membantu mengurus rumah.
Awalnya, Alia hanya berniat menghibur Raka. “Mas Raka, nggak usah sedih terus. Aku bikin kopi, ya?” katanya suatu sore. Raka hanya mengangguk pelan, masih tenggelam dalam pikirannya.
Hari-hari berlalu, dan perlahan Raka mulai merasa nyaman dengan kehadiran Alia. Gadis itu berbeda dari Arini, tapi ada sesuatu tentangnya yang membuat Raka merasa... hidup.
“Mas Raka, aku tuh sebenarnya kagum sama Mas sejak dulu,” ujar Alia tiba-tiba suatu malam, ketika mereka duduk di beranda. “Tapi aku nggak pernah berani bilang, karena aku tahu Mas cuma buat Mbak Arini.”
Raka terdiam. Kata-kata itu membuat dadanya terasa berat. Ia tak pernah membayangkan akan mendengar hal seperti itu dari Alia.
“Maksud kamu apa, Lia?” tanyanya, mencoba tetap tenang.
“Mas tahu sendiri. Aku nggak mau menggantikan Mbak Arini, tapi aku juga nggak mau Mas sendirian terus. Kalau Mas mau, aku siap... jadi bagian dari hidup Mas,” jawab Alia dengan suara pelan tapi tegas.
Malam itu, Raka tidak memberi jawaban. Ia hanya menatap bintang-bintang di langit, bertanya-tanya apakah ini takdir yang Arini maksud ketika ia meminta Raka menjaga Alia.
Beberapa bulan kemudian, Raka akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan Alia.
“Lia, aku nggak tahu ini benar atau salah. Tapi aku rasa, Arini akan bahagia kalau kita saling menjaga,” ujarnya dengan nada tulus.
Hari itu, mereka memutuskan untuk melanjutkan hidup bersama. Pernikahan mereka sederhana, hanya dihadiri keluarga dekat. Meski awalnya banyak yang memandang miring, Raka tahu bahwa cinta mereka bukan tentang menggantikan, tapi melanjutkan hidup dengan menghormati kenangan yang telah ada.
Dan kini, saat Raka memandangi foto keluarga kecilnya bersama Alia dan anak mereka yang baru lahir, ia tersenyum sambil berkata dalam hati, "Rin, aku sudah menepati janjiku. Aku menjaga Alia, dan kami bahagia."