“Mas, jangan lupa kasih makan kucing-kucing kita, ya,” pinta Nisa dengan senyumnya yang khas. Reno tertawa kecil sambil mengangguk.
“Iya, iya. Nanti semuanya kuberesin,” balasnya.
Itu adalah salah satu obrolan terakhir mereka sebelum Nisa pergi untuk selamanya. Kepergiannya karena serangan jantung mendadak seperti petir di siang bolong. Reno tak pernah membayangkan hidupnya tanpa Nisa, istri yang selalu menjadi pusat dunianya.
Hari-hari Reno setelah itu penuh dengan keheningan. Rumah mereka yang dulunya penuh tawa kini hanya berisi suara jam dinding dan tangisan kucing-kucing peliharaan Nisa. Tapi ada satu orang yang tak pernah membiarkannya sendiri—Rena, adik Nisa.
“Mas Reno, aku bawain makanan ya. Aku tahu Mas sering lupa makan akhir-akhir ini,” kata Rena sambil menyodorkan bungkusan nasi bungkus suatu sore. Reno hanya tersenyum kecil, masih tenggelam dalam rasa kehilangan.
Rena selalu hadir, entah dengan membawa makanan, membantu mengurus rumah, atau hanya duduk diam di samping Reno. Perlahan, Reno mulai merasa bahwa kehadiran Rena adalah satu-satunya hal yang membuatnya tetap waras.
Suatu malam, saat mereka duduk di ruang tamu, Reno tak bisa menahan perasaannya lagi.
“Rena, aku nggak tahu gimana caranya aku bisa bertahan tanpa kamu. Aku tahu ini nggak adil buat kamu, tapi aku cuma mau bilang... aku bersyukur kamu ada di sini,” katanya dengan suara serak.
Rena tersenyum kecil. “Mas, aku juga nggak pernah nyangka aku bakal ada di posisi ini. Tapi aku cuma ingin satu hal—Mas nggak boleh nyerah. Itu yang Mbak Nisa pasti mau.”
Seiring waktu, hubungan mereka menjadi lebih dalam dari sekadar keluarga. Reno mulai melihat sisi lain dari Rena yang selama ini tak pernah ia perhatikan. Gadis itu punya ketulusan yang sama dengan Nisa, tapi dengan cara yang berbeda.
“Aku nggak mau kamu merasa bersalah, Mas,” ujar Rena suatu hari ketika Reno akhirnya mengungkapkan perasaannya. “Aku tahu Mbak Nisa selalu ingin Mas bahagia, dan aku pun cuma ingin yang terbaik untuk Mas.”
Keputusan mereka untuk menikah bukanlah hal yang mudah. Banyak yang menganggap hubungan itu aneh atau tidak pantas. Tapi bagi Reno, itu adalah cara untuk menghormati kenangan Nisa sekaligus melanjutkan hidupnya.
Pada hari pernikahan mereka, Reno sempat berdiri di depan foto Nisa yang ia letakkan di sudut ruangan.
“Nis, aku tahu kamu pasti mengerti. Aku nggak pernah berhenti mencintaimu, tapi aku juga tahu Rena adalah hadiah yang kamu tinggalkan untukku. Terima kasih, Nis,” bisiknya dengan mata berkaca-kaca.
Kini, Reno dan Rena menjalani hidup bersama, saling menguatkan dan merawat kenangan Nisa dalam setiap langkah mereka.