7 kisah horor nyata yang bikin merinding, dengan gaya bahasa santai dan nama tokoh yang berbeda-beda. Siap-siap merinding! Ketuk Pintu Tengah Malam dan Bisikan di Telinga. Siap-siap merinding! Ini dia 7 kisah horor nyata yang bakal bikin kamu susah tidur. Dari ketukan misterius, penampakan di rumah kosong, sampai suara aneh di hutan. Berani baca?
1. Pintu Misterius di Kontrakan Bapak Adam
Bapak Adam, seorang duda paruh baya dengan tiga anak, memutuskan untuk pindah ke sebuah kontrakan kecil di pinggir kota. Rumah itu memang agak tua, tapi suasananya adem dan harganya pas di kantong. Awalnya semua berjalan normal, Pak Adam dan anak-anaknya betah-betah saja. Sampai suatu malam, sekitar pukul 2 dini hari, saat semua sudah terlelap, terdengar suara ketukan pelan dari pintu depan. Tok! Tok! Tok! Pak Adam yang terbangun langsung merasa aneh. Siapa yang bertamu selarut ini?
Dengan langkah hati-hati, Pak Adam mengendap-endap menuju pintu. Ia intip dari lubang kunci, tapi tidak ada siapa-siapa. Penasaran, ia buka sedikit pintu, berharap melihat seseorang yang mungkin iseng atau salah alamat. Nihil. Angin malam berembus pelan, tapi tak ada satu pun bayangan. Pak Adam menutup pintu kembali, mencoba mengusir pikiran negatif. Ia pikir mungkin hanya halusinasi atau suara pohon yang bergesekan. Ia kembali ke tempat tidur, mencoba melanjutkan tidurnya yang terganggu.
Namun, belum sampai lima menit ia memejamkan mata, ketukan itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras dan terburu-buru. Tok! Tok! Tok! Tok! Seperti ada yang tidak sabar di luar. Jantung Pak Adam berdebar kencang. Ia melirik jam dinding, jarumnya menunjukkan pukul 02.15. Anak-anaknya masih pulas, tidak terganggu suara aneh ini. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Ia bangkit lagi, kali ini dengan perasaan yang campur aduk antara takut dan penasaran.
Saat ia mendekati pintu, ketukan itu tiba-tiba berhenti. Hening. Suasana rumah terasa mencekam. Pak Adam berdiri mematung di depan pintu, menajamkan pendengarannya. Tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin menusuk dari bawah pintu, seolah ada embusan napas tepat di kakinya. Seketika bulu kuduknya merinding. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri. Lalu, terdengar bisikan lirih dari balik pintu, "Adaaam... buka..." Suaranya seperti nenek-nenek tua yang serak dan parau, namun jelas menyebut namanya.
Pak Adam langsung merinding sejadi-jadinya. Ia tahu, tidak mungkin ada manusia yang tahu namanya dan bertamu selarut ini dengan suara seperti itu. Tanpa pikir panjang, ia bergegas kembali ke kamar, mengunci pintu, dan membangunkan ketiga anaknya. Dengan suara bergetar, ia menceritakan apa yang barusan terjadi. Anak-anaknya yang masih setengah mengantuk langsung ikut ketakutan. Mereka semua memutuskan untuk tidur bertiga di kamar utama, berdesakan dan memeluk satu sama lain hingga pagi menjelang. Keesokan harinya, Pak Adam langsung mencari rumah kontrakan lain dan segera pindah, tidak tahan dengan gangguan misterius dari penghuni tak kasat mata di kontrakan itu.
2. Penunggu Rumah Kosong Mbak Siti
Mbak Siti, seorang mahasiswi rantau yang baru pindah ke kota besar, memutuskan untuk menyewa sebuah kamar kos di daerah yang agak sepi. Kamar kosnya lumayan besar dan harganya murah, kebetulan pemiliknya sedang keluar kota jadi Mbak Siti bisa langsung menempati. Tapi ada satu hal yang bikin dia ragu, yaitu kamar di sebelahnya yang sudah lama kosong. Kata ibu kos, penghuni sebelumnya pindah mendadak tanpa kabar. Kamar itu dibiarkan begitu saja, kotor dan berantakan.
Suatu malam, Mbak Siti sedang asyik mengerjakan tugas kuliahnya. Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Tiba-tiba, terdengar suara gesekan dari kamar sebelah. Kresek... kresek... Seperti ada yang menyeret sesuatu di lantai. Mbak Siti mengernyitkan dahi. Perasaan tidak enak mulai menyelimutinya. Bukannya kamar itu kosong? Ia mencoba mengabaikannya, mungkin hanya tikus, pikirnya. Tapi suara itu terus berlanjut, kadang diselingi suara dentuman pelan. Gedebuk... gedebuk...
Mbak Siti mulai merasa tidak nyaman. Ia mencoba memasang headphone dan mendengarkan musik untuk meredam suara-suara itu. Namun, suara itu seperti menembus tembok, terdengar samar-samar namun tetap mengganggu. Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara tawa cekikikan yang sangat pelan, seperti bisikan dari balik dinding. Hihihi... hihihi... Suara itu sangat mengerikan, seperti suara anak kecil yang sedang bermain, tapi sangat lirih dan menyeramkan.
Mbak Siti langsung merinding. Ia yakin bukan imajinasinya. Ia mematikan musiknya, dan suara tawa itu semakin jelas terdengar. Ia mencengkeram ponselnya erat-erat, jantungnya berdebar tak karuan. Ia memutuskan untuk mencoba mengintip dari lubang kunci pintu kamarnya, siapa tahu ada sesuatu di lorong. Tapi yang ia lihat hanyalah kegelapan. Ia kembali menempelkan telinganya ke dinding yang membatasi kamarnya dengan kamar kosong itu. Tawa cekikikan itu semakin keras, diikuti suara seperti ada yang menari-nari di dalam kamar. Duk! Duk! Duk! Seperti langkah kaki anak kecil.
Mbak Siti tidak sanggup lagi. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Ia buru-buru mengambil selimut dan menyelimuti seluruh tubuhnya, berdoa dalam hati agar suara-suara itu berhenti. Ia memejamkan mata erat-erat, berharap semua ini hanya mimpi buruk. Hingga fajar menyingsing, suara-suara itu akhirnya reda. Mbak Siti tidak bisa tidur semalaman. Keesokan harinya, ia langsung menghubungi ibu kos dan menceritakan apa yang ia alami. Ibu kos hanya terdiam, lalu berkata dengan nada berat, "Oh, itu... mungkin penghuni lama cuma mau kenalan, Nduk." Kata-kata itu justru semakin membuat Mbak Siti ketakutan. Tanpa pikir panjang, ia langsung mencari kamar kos baru, tidak ingin lagi berhadapan dengan "penghuni" tak kasat mata di kamar sebelah.
3. Aroma Melati di Kampus Pak Budi
Pak Budi adalah seorang dosen muda yang baru saja ditugaskan di sebuah universitas swasta di pinggir kota. Universitas itu terkenal dengan bangunan lamanya yang klasik dan ditumbuhi pohon-pohon rindang. Konon, dulunya gedung itu adalah bekas rumah sakit zaman Belanda. Pak Budi tidak terlalu memedulikan cerita-cerita seram, ia hanya fokus pada pekerjaannya.
Suatu malam, Pak Budi terpaksa lembur di kampus untuk menyelesaikan laporan penelitiannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, dan kampus sudah sepi. Hanya ada beberapa petugas keamanan yang berjaga. Pak Budi duduk di ruang kerjanya yang berada di lantai dua. Tiba-tiba, ia mencium aroma melati yang sangat kuat. Padahal tidak ada pohon melati di sekitar ruangannya, dan tidak ada bunga melati di mejanya.
Awalnya ia berpikir mungkin ada salah satu cleaning service yang menggunakan pewangi ruangan beraroma melati. Tapi aroma itu semakin kuat, dan ia mulai merasa merinding. Bulu kuduknya berdiri. Ia mencoba mengabaikannya dan kembali fokus pada pekerjaannya. Namun, aroma itu tidak kunjung hilang, justru semakin pekat, seolah ada yang berdiri tepat di belakangnya.
Pak Budi menoleh perlahan ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Tapi, tepat di samping mejanya, ia melihat bayangan hitam tinggi menjulang, samar-samar, seperti sosok perempuan dengan rambut panjang tergerai. Bayangan itu tidak bergerak, hanya berdiri diam. Jantung Pak Budi langsung berdegup kencang. Ia ingin berteriak, tapi suaranya tercekat di tenggorokan. Ia mencoba mengalihkan pandangan, tapi bayangan itu seperti menarik perhatiannya.
Ia memberanikan diri untuk melihat lagi. Kali ini, bayangan itu terlihat lebih jelas. Sosok perempuan itu mengenakan pakaian putih kumal, rambutnya menutupi wajahnya, dan dari tubuhnya memancar aroma melati yang sangat kuat. Pak Budi merasakan hawa dingin yang menusuk tulang. Ia tidak sanggup lagi. Dengan sisa-sisa keberaniannya, ia langsung meraih tasnya, mematikan lampu, dan berlari keluar ruangan. Ia bahkan tidak sempat mematikan komputernya.
Ia berlari sekuat tenaga menuruni tangga, tidak peduli dengan langkah kakinya yang berisik. Ia tidak berhenti sampai ia tiba di pos satpam. Satpam yang melihatnya terengah-engah dan pucat pasi langsung menghampirinya. "Ada apa, Pak Budi? Kok pucat sekali?" tanya satpam. Pak Budi hanya bisa menggelengkan kepala, tidak sanggup bicara. Ia hanya menunjuk ke arah gedung kampusnya dengan jari gemetar. Satpam itu hanya tersenyum tipis, seolah sudah paham apa yang terjadi. Sejak malam itu, Pak Budi tidak pernah lagi berani lembur sendirian di kampus, terutama di malam hari. Aroma melati itu masih sering menghantuinya dalam mimpi.
4. Bisikan di Hutan Terlarang Kak Ayu
Kak Ayu adalah seorang pendaki gunung yang sangat menyukai petualangan. Bersama beberapa temannya, ia merencanakan pendakian ke sebuah gunung yang terkenal dengan keindahan alamnya, namun juga menyimpan banyak mitos seram tentang hutan-hutan di lerengnya. Konon, ada hutan terlarang yang tidak boleh dimasuki sembarangan.
Saat mereka sedang mendaki, salah satu teman Kak Ayu, sebut saja Rio, penasaran dengan hutan terlarang itu. Ia mengajak yang lain untuk sedikit menyimpang dari jalur pendakian dan melihat-lihat hutan tersebut. Kak Ayu awalnya ragu, tapi karena Rio terus merayu, akhirnya ia setuju. Mereka masuk sedikit ke dalam hutan. Suasana langsung berubah drastis. Pohon-pohon menjulang tinggi dan rapat, menutupi sinar matahari, membuat hutan itu terasa sangat gelap dan lembab.
Mereka berjalan pelan, sambil sesekali mengambil foto. Tiba-tiba, mereka mendengar suara bisikan-bisikan halus dari berbagai arah. Bukan suara angin, tapi seperti orang sedang berbicara, namun tidak jelas apa yang dibicarakan. Kak Ayu mulai merasa tidak enak. Ia mengajak teman-temannya untuk segera kembali ke jalur pendakian. Namun, Rio yang penasaran justru semakin masuk ke dalam hutan.
"Ayo deh, cuma sebentar lagi," kata Rio.
Bisikan-bisikan itu semakin jelas terdengar, seolah ada banyak suara yang mengelilingi mereka. Kali ini, terdengar suara tawa cekikikan yang menyeramkan. Hihihi... hihihi... Kak Ayu dan teman-teman lainnya mulai ketakutan. Mereka memanggil-manggil Rio untuk kembali, tapi Rio tidak merespon. Ia seperti terhipnotis oleh sesuatu.
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan keras dari Rio. AAAAKKKHHH!!! Kak Ayu dan teman-temannya langsung panik. Mereka berlari mencari Rio, dan menemukan Rio tergeletak di tanah, pucat pasi, dengan mata terbelalak lebar. Rio gemetar hebat, seolah baru saja melihat sesuatu yang sangat mengerikan.
"Ada apa, Rio?! Kamu kenapa?!" tanya Kak Ayu panik.
Rio tidak bisa bicara, ia hanya menunjuk ke arah depan dengan jari gemetar. Di sana, tidak ada apa-apa. Tapi ia terus menunjuk dan gemetar. Akhirnya, Rio pingsan. Kak Ayu dan teman-temannya langsung menggotong Rio keluar dari hutan itu secepat mungkin. Mereka kembali ke jalur pendakian dan segera menuju ke pos penjagaan terdekat.
Setelah Rio sadar, ia menceritakan apa yang ia lihat. Katanya, saat ia semakin masuk ke dalam hutan, ia melihat banyak sekali bayangan hitam bergelantungan di pohon-pohon. Bayangan-bayangan itu menatapnya dengan mata merah menyala, dan bisikan-bisikan itu semakin keras, memanggil-manggil namanya. Lalu, ada satu sosok tinggi besar dengan mata merah menyala yang tiba-tiba muncul tepat di depannya, menatapnya dengan senyum mengerikan. Itulah yang membuat Rio berteriak dan pingsan. Sejak saat itu, Kak Ayu dan teman-temannya tidak pernah lagi berani menyimpang dari jalur pendakian, apalagi masuk ke hutan terlarang.
5. Kursi Goyang di Rumah Nenek Kevin
Kevin sering menghabiskan liburan sekolahnya di rumah neneknya di desa. Rumah neneknya adalah rumah tua peninggalan kakeknya yang sudah meninggal bertahun-tahun lalu. Rumah itu besar, dengan banyak perabotan kayu antik, termasuk sebuah kursi goyang tua di ruang tamu. Nenek Kevin sering bercerita tentang kakeknya yang selalu duduk di kursi goyang itu sambil membaca koran.
Suatu malam, Kevin terbangun karena haus. Ia keluar kamar dan menuju dapur. Saat melewati ruang tamu, ia melihat sesuatu yang membuatnya merinding. Kursi goyang itu bergerak sendiri, maju mundur, seolah ada yang mendudukinya. Padahal tidak ada siapa-siapa di ruang tamu. Jendela tertutup rapat, tidak ada angin yang bisa menggerakkan kursi itu.
Kevin mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia mungkin hanya berhalusinasi atau kurang tidur. Ia kembali ke kamar dan mencoba tidur lagi. Namun, rasa penasaran dan takutnya semakin besar. Ia tidak bisa tidur. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk kembali ke ruang tamu.
Kursi goyang itu masih bergerak. Kali ini, gerakannya lebih cepat, seolah ada yang sedang asyik bergoyang. Kevin berdiri mematung di ambang pintu ruang tamu, jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba menajamkan pendengarannya. Terdengar suara nafas berat, seolah ada seseorang yang sedang mendengkur. Suara itu berasal dari kursi goyang.
Kevin merinding sejadi-jadinya. Ia tahu, tidak mungkin neneknya yang sedang duduk di sana, karena neneknya tidur di kamar sebelah. Lagipula, ia tidak melihat wujud apapun di kursi itu, hanya suara dan gerakan kursi yang menyeramkan. Tiba-tiba, gerakan kursi itu berhenti. Suara dengkuran itu juga lenyap. Kevin merasakan hawa dingin yang menusuk dari arah kursi goyang.
Lalu, terdengar suara tawa cekikikan yang sangat pelan, namun jelas berasal dari kursi goyang itu. Hihihi... hihihi... Kevin langsung berlari kembali ke kamarnya, mengunci pintu, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia memejamkan mata erat-erat, berharap semua ini hanya mimpi buruk. Ia tidak berani keluar kamar sampai pagi menjelang.
Keesokan harinya, Kevin menceritakan apa yang ia alami kepada neneknya. Neneknya hanya tersenyum tipis dan berkata, "Oh, itu Kakekmu, Nak. Dia memang suka iseng. Dia cuma mau tahu kalau kamu betah di sini." Kata-kata neneknya justru semakin membuat Kevin merinding. Sejak saat itu, Kevin tidak pernah lagi berani lewat ruang tamu di malam hari, apalagi melihat kursi goyang itu. Ia selalu merasa ada "sesuatu" yang menduduki kursi goyang itu dan memperhatikannya.
6. Sosok di Jendela Kamar Mas Rio
Mas Rio adalah seorang pekerja kantoran yang tinggal sendirian di sebuah apartemen di pusat kota. Apartemennya berada di lantai 10, dengan pemandangan kota yang indah. Awalnya, Mas Rio sangat menikmati tinggal di sana. Tapi, belakangan ini, ia mulai merasakan hal-hal aneh.
Seringkali, saat ia sedang tidur, ia merasa ada yang memperhatikannya. Ia akan terbangun di tengah malam dengan perasaan tidak nyaman, seolah ada yang sedang berdiri di dekat jendelanya. Ia mencoba mengabaikannya, mungkin hanya perasaannya saja.
Namun, suatu malam, sekitar pukul 3 dini hari, Mas Rio terbangun karena merasakan hawa dingin yang menusuk. Ia membuka mata dan melihat ke arah jendela kamarnya. Jendela itu tertutup rapat, tapi di baliknya, ia melihat sebuah siluet hitam berdiri di luar. Sosok itu seperti seorang perempuan dengan rambut panjang tergerai, sedang menatap lurus ke arahnya.
Jantung Mas Rio langsung berdebar kencang. Ia mengucek matanya, berpikir ia mungkin salah lihat. Tapi sosok itu masih ada, tidak bergerak sama sekali. Ia mencoba meraih ponselnya di samping tempat tidur, namun tangannya gemetar hebat. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok itu. Sosok itu seperti terkunci di jendela, dan matanya tidak bisa berkedip.
Mas Rio merasakan ketakutan yang luar biasa. Ia tahu, tidak mungkin ada orang yang bisa berdiri di luar jendelanya di lantai 10. Ini pasti bukan manusia. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia mencoba memejamkan mata, berharap sosok itu menghilang saat ia membukanya lagi.
Ketika ia membuka mata, sosok itu sudah tidak ada. Mas Rio langsung menghela napas lega. Ia mencoba menenangkan diri dan meyakinkan dirinya bahwa itu hanya mimpi. Namun, saat ia berbalik untuk tidur lagi, ia melihat bayangan yang sama berdiri di sudut kamarnya, tepat di dekat lemari pakaiannya.
Sosok itu berdiri diam, menatap Mas Rio dengan tatapan kosong. Mas Rio tidak bisa berteriak, suaranya tercekat. Ia hanya bisa menatap sosok itu dengan mata terbelalak. Sosok itu perlahan-lahan mulai bergerak maju, mendekati tempat tidurnya. Mas Rio langsung merinding sejadi-jadinya. Ia menarik selimutnya sampai ke leher, dan memejamkan mata erat-erat, berharap semua ini segera berakhir. Ia terus berdoa dalam hati sampai ia tidak sadarkan diri.
Keesokan paginya, Mas Rio terbangun dengan tubuh pegal dan kepala pusing. Ia melihat ke sudut kamarnya, tidak ada apa-apa. Tapi ia masih merasakan aura dingin di ruangan itu. Tanpa pikir panjang, Mas Rio langsung mencari apartemen lain. Ia tidak sanggup lagi tinggal di tempat yang selalu dihantui oleh sosok misterius di jendela kamarnya.
7. Kereta Hantu Mbak Tia
Mbak Tia adalah seorang karyawati yang setiap hari pulang kerja naik kereta commuter line. Jam pulangnya selalu larut malam, sekitar pukul 11 atau 12 malam. Kereta biasanya sudah sepi di jam segitu, jadi ia bisa duduk santai.
Suatu malam, seperti biasa, Mbak Tia menunggu kereta di stasiun. Kereta datang, dan ia segera masuk. Di dalam gerbong, hanya ada beberapa penumpang yang terlihat mengantuk. Mbak Tia memilih duduk di dekat jendela, bersiap untuk menikmati perjalanan pulang yang tenang.
Namun, tidak lama setelah kereta berjalan, ia merasakan suasana yang aneh di dalam gerbong. Hawa dingin yang menusuk, padahal AC tidak terlalu kencang. Lalu, ia mulai mendengar suara-suara aneh. Suara tangisan samar-samar, suara rintihan, dan suara orang batuk-batuk. Padahal, hanya ada sedikit penumpang di gerbong itu, dan mereka semua terlihat diam.
Mbak Tia mulai merasa tidak nyaman. Ia mencoba melihat sekeliling, tapi tidak ada yang aneh. Semua penumpang terlihat biasa saja. Ia mencoba fokus pada ponselnya, tapi suara-suara itu semakin jelas terdengar, seolah berada tepat di telinganya.
Tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin yang sangat menusuk di sampingnya. Ia menoleh perlahan, dan melihat seorang perempuan dengan rambut panjang dan wajah pucat pasi duduk tepat di sebelahnya. Perempuan itu mengenakan pakaian putih yang kusam dan terlihat basah. Matanya terpejam, dan dari bibirnya terdengar suara rintihan yang sangat pelan.
Mbak Tia langsung terkesiap. Ia tidak ingat ada perempuan itu di sana sebelumnya. Ia mencoba mengalihkan pandangan, tapi ia merasa ada yang menarik perhatiannya. Ia melirik lagi, dan kali ini, perempuan itu membuka matanya. Matanya merah menyala dan menatap lurus ke arah Mbak Tia dengan tatapan kosong.
Jantung Mbak Tia langsung berdegup kencang. Ia ingin berteriak, tapi suaranya tercekat. Ia mencoba untuk bangkit dari tempat duduknya, tapi kakinya terasa kaku. Ia seperti terpaku di tempat. Perempuan itu tidak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan dingin.
Lalu, perempuan itu tersenyum tipis, senyum yang sangat mengerikan, menunjukkan gigi-gigi yang menghitam. Seketika, terdengar suara tawa cekikikan yang sangat melengking dari perempuan itu. Hihihihihihi! Tawa itu seperti menusuk gendang telinga Mbak Tia.
Mbak Tia langsung menjerit ketakutan. Ia menutup matanya rapat-rapat. Ketika ia membuka mata lagi, perempuan itu sudah tidak ada. Suara-suara aneh juga sudah lenyap. Suasana di dalam gerbong kembali seperti semula. Penumpang lain yang terbangun karena jeritan Mbak Tia menatapnya dengan heran.
Mbak Tia tidak bisa menjelaskan apa yang ia alami. Ia hanya bisa menangis dan gemetar. Sejak malam itu, Mbak Tia tidak pernah lagi berani naik kereta commuter line sendirian di malam hari. Ia selalu meminta jemputan atau naik taksi, tidak ingin lagi berhadapan dengan "penghuni" kereta hantu.