Dinda selalu bilang kalau hidup itu nggak pernah bisa ditebak. “Mas, kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi. Makanya, jangan lupa bersyukur,” katanya sambil tersenyum manis, seperti biasa.
Reno selalu mengingat kalimat itu, terutama setelah Dinda pergi untuk selamanya. Sebuah kecelakaan mobil yang tak terduga merenggut nyawa istrinya. Hari itu adalah mimpi buruk yang terus menghantui Reno.
“Kenapa harus dia, Tuhan?” gumam Reno dalam tangisnya di malam-malam panjang tanpa Dinda.
Awalnya, Reno hanya merasa berutang budi pada Lila. Gadis itu mengorbankan banyak hal—pekerjaannya, waktunya, bahkan kehidupan pribadinya—untuk membantu Reno membesarkan Reyhan. Tapi seiring waktu, ada sesuatu yang berbeda. Reno mulai melihat Lila bukan hanya sebagai adik ipar, tapi seseorang yang membawa ketenangan di tengah kesedihannya.
“Mas Reno, aku tahu ini berat. Tapi Mbak Dinda pasti nggak mau lihat Mas seperti ini terus,” kata Lila suatu malam, ketika Reno kembali termenung di ruang tamu.
Reno menatap Lila lama. Perasaan bersalah menggerogoti hatinya. Bagaimana mungkin ia mulai merasakan sesuatu untuk adik dari perempuan yang sangat dicintainya? Tapi di saat yang sama, ia tahu bahwa kehadiran Lila adalah satu-satunya alasan ia bisa tetap berdiri.
Percakapan itu menjadi awal dari hubungan baru mereka. Meski banyak keraguan dan pandangan negatif dari orang-orang di sekitar, Reno dan Lila yakin bahwa mereka tidak sedang menggantikan Dinda, melainkan melanjutkan hidup dengan cara yang baru.
Pernikahan mereka sederhana, seperti pernikahan Reno dan Dinda dulu. Bahkan, di altar, Reno sempat menatap langit dan berbisik dalam hati, "Dinda, aku akan terus menjaga Lila dan Reyhan. Aku tahu kamu pasti mengerti."
Kini, Reno dan Lila menjalani kehidupan bersama dengan penuh syukur. Setiap kali mereka melihat Reyhan tertawa bahagia, Reno tahu bahwa ia telah membuat keputusan yang benar.